Kasus Kemiskinan
Indosiar.com
Meski pemerintah sering menyatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin
semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, khususnya warga miskin, masih
kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Ironisnya, kartu Gakin
(keluarga miskin) terkadang tidak bisa lagi dijadikan jaminan bisa memuluskan
terjaminnya kesehatan ke rumah sakit.
Kasus
Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan
kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya, walau
keberhasilannya itu harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong.
Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak
keluhan kesehatannya oleh rumah sakit.
Risma
Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas
bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar
membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis
terkena hydrocephalus (kelebihan
cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar). Bidan
tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas
kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh
biaya yang begitu besar untuk mendanainya, bahkan dengan memiliki kartu Gakin
yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam
perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak ada indikasi untuk dirawat.
Pemerintah
pun telah memberikan anggaran besar bagi kesehatan masayarakat termasuk warga
warga miskin. Tahun 2004 saja dana yang dialokasikan Rp 65 miliar. Untuk tahun
2005 dana yang dianggarkan naik hingga Rp 100 miliar. Bahkan anggaran kesehatan
nilainya bertambah di tahun 2007 menjadi Rp 15 trilyun. "Kemana saja dana
untuk warga miskin ini kalau kenyataannya warga miskin masih kesulitan
mendapatkan pelayanan kesehatan," kata Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta saat dihubungi di Jakarta. "Dari
hasil penelitiannya 6 tahun lalu di Jakarta, kartu Gakin yang seharusnya milik
warga miskin malahan diperjual belikan. dengan kisaran harga Rp 150.000 hingga
Rp 300.000," lanjutnya.
Marius
menambahkan, kendati survey itu telah dilakukan 6 tahun lalu, namun kenyataan
itu sekarang masih banyak warga miskin yang sulit mendapatkan kartu Gakin.
Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena
orang tuanya tidak punya kartu Gakin. "Mereka
ini sudah miskin harus disuruh membuat kartu Gakin. Membuat kartu Gakin itu
butuh proses dan itu berarti perlu modal uang. Sebaiknya kartu Gakin dibuat
langsung oleh Ketua RT setempat dimana dia sendiri yang tahu persis berapa
banyak warga miskin di wilayahnya dan siapa saja. Tidak adanya kartu Gakin
akhirnya membuat banyak warga miskin berobat dengan Surat Keterangan Tidak
Mampu atau SKTM," katanya.
Analisis dan Solusi:
Peristiwa seperti ini
sangat disayangkan bisa terjadi di Indonesia. Janji pemerintah untuk berusaha
memberikan perlindungan terhadap warga negaranya justru disalah gunakan oleh
oknum pemerintah itu sendiri. Anggaran dana yang selama ini sudah disiapkan
akhirnya tidak sampai juga ke tangan yang membutuhkan. Kejadian ini bisa
disebabkan oleh 2 faktor yaitu kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan
instansi kesehatan atau tata cara pengurusan yang sebenarnya seperti apa. Bisa
saja kesalahan memang dari si pasien yang sering kali malas mengurus surat
keterangan. Atau bisa juga kesalahan memang dari instansi rumah sakit yang
tidak mau menerima pasien miskin karena pembayarannya yang sulit dan tidak
mendatangkan profit bagi perusahaan tersebut.
Solusi yang bisa kita
sarankan dalam kasus ini adalah perlunya kerjasama yang baik dan
berkesinambungan di antara instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan program
kesehatan pemerintah ini. Di mulai dari adanya pengawasan di tingkat RT hingga
tingkat instansi kesehatan terkait mengenai implementasi dari program tersebut
serta perlu adanya evaluasi secara berkala untuk memastikan program kesehatan
pemerintah tersebut benar-benar berjalan dan tepat sasaran.
No comments:
Post a Comment